Hubungi Kami
- Jalan Kyai Tapa No. 1 Grogol
- Jakarta Barat, Indonesia
- Phone: (62-21) 566 3232
- Official Universitas Trisakti:
- (+62) 813-1530-9978
- Whatsapp:
- (+62) 882 194 856 74
- (+62) 877 707 077 03
- Fax: (62-21) 564 4270
- Email: humas@trisakti.ac.id
Sadarkah kita bahwa tahun-tahun terakhir ini, kita sebagai bangsa secara bertubi-tubi dihadapkan pada berbagai persoalan yang menghimpit, berbagai macam bencana dan musibah? Padahal, negeri ini masih bergelut dengan permasalahan multidimensional yang mendasar sementara kita melihat belum ada realisasi nyata penyelesaiannya.Pernahkan terlintas dalam benak kita bahwa sesungguhnya musibah-musibah itu akibat dari ulah kita sendiri? Itulah realita kehidupan yang kita saksikan sehingga mengakibatkan keterpurukan bangsa ini.
Musibah transportasi misalnya, yang sangat sering terjadi dan telah menelan begitu banyak korban jiwa, seharusnya menjadi sinyalemen kuat betapa bobroknya manajemen negeri ini dan membuat kita bertanya-tanya bagaimana sebenarnya regulasi transportasi di negeri kita ini dilaksanakan. Bermula dari kecelakaan laut dengan tenggelamnya kapal Senopati, disusul jatuhnya pesawat Adam Air di laut, terbakar dan tenggelamnya kapal Levina I, kecelakaan kembali pesawat Adam Air, kecelakaan kereta api hingga yang terakhir kecelakaan pesawat milik maskapai terbesar di negeri ini. Dimana tindakan konkrit dan tanggung jawab pemerintah, khususnya Departemen .Perhubungan? Apakah hanya menindaklanjuti isu sesaat yang sedang hangat, dan seperti biasa setelah itu semua kejadian-kejadian itu seolah-olah lenyap ditelan bumi… ??
Ketika kita sedikit demi sedikit membuka lembaran demi lembaran koran beberapa waktu silam, masih hangat dalam ingatan kita tentang beberapa tragedi yang cukup dahsyat. Memang, cobaan itu selalu diberikan untuk seharusnya disadari tentang apa yang sudah kita perbuat. Gelombang Tsunami, gempa bumi, tanah longsor, angin beliung, dan yang tidak kalah menghebohkan adalah banjir yang sebagian besar melanda ibu kota Jakarta dan sekitarnya. Kadang kita tidak habis fikir, sampai kapan dan apa lagi cobaan-cobaan yang akan diberikan oleh-Nya terhadap bangsa ini?
Memang, seiring merambahnya globalisasi di negeri ini, moralitas bangsa ini seakan terkikis seiring dengan berjalannya waktu. Etika peradaban ke-timur-an dan keindahan adat istiadat dan budaya Indonesia saat ini, sudah mulai pudar terkikis oleh ancaman globalisasi. Hal ini dapat mudah kita lihat di lingkungan pergaulan sekitar kita. Tidak perlu jauh-jauh, cukup yang ada di depan mata kita.
Di sisi lain, kita pun masih sering melihat ketidak-beradaban manusia terhadap bumi yang ditempatinya sebagai tempat tinggal mereka. Yang memang seharusnya sudah menjadi kewajiban kita untuk menjaga dan melestarikannya. Akan tetapi apa kenyataannnya? Rupanya pelajaran tentang budi pekerti, akhlak dan agama yang sudah dipelajari sejak duduk di bangku SD hanyalah sia-sia. Realitanya adalah bahwa masyarakat kita masih sedikit yang memang benar-benar sadar dan peduli terhadap lingkungannya.
Mari kita mulai dari sesuatu yang sangat kecil. Masih sedikit sekali masyarakat kita yang membuang sampah pada tempatnya. Atau memang tidak ada fasilitas untuk itu, sehingga musibah banjir pun tidak bisa terelakkan lagi. Rasa saling menghormati pun hanya menjadi sebuah judul pada suatu mata pelajaran budi pekerti, akhlak, maupun agama. Apabila Anda pernah menggunakan bus umum di Jakarta, di situ dapat dilihat bagaimana minimnya kesadaran untuk menghormati maupun bersikap ramah terhadap penumpang yang lainnya.
Asap kendaraan bermotor yang sudah tidak sehat, sudah menjadi pemandangan dan hirupan kita sehari-hari. Kemacetan lalu lintas di setiap sudut ibu kota yang sudah bertahun-tahun terjadi, merupakan salah satu cerminan dari tidak adanya etika disiplin dalam kehidupan bermasyarakat. Tata letak kota yang berantakan juga merupakan suatu gambaran akan prioritas kepentingan individu maupun golongan, dalam hal ini pembangunan gedung-gedung bertingkat misalnya. Hal ini sebenarnya bisa ditolerir jika, pemerintah misalnya, tetap memikirkan tentang unsur tata letak kota yang ideal.
Kemudian ketika kita melihat sesuatu yang lebih besar, harus kita sadari bahwa bangsa ini perlu secara sungguh-sungguh introspeksi. Korupsi sudah bukan merupakan wacana yang menarik untuk dibahas, karena memang sudah menjadi suatu kebudayaan yang melekat pada hampir semua tingkatan. Berbagai macam undang-undang yang dibuat pun seolah-olah hanya untuk mengejar setoran-setoran yang diambil dari duit rakyat. Ini bisa kita lihat seberapa banyak undang-undang dan segala peraturan yang telah dilanggar oleh rakyat, aparat maupun penegak hukum itu sendiri.
Ditengah ancaman krisis multidimensional yang masih melanda negeri ini ditambah lagi dengan cobaan-cobaan yang secara bertubi-tubi kita hadapi, maka sudah selayaknya bangsa ini untuk bertaubat. Bertaubat dalam arti sesungguhnya. Tidak hanya berupa ucapan melainkan perubahan perilaku dan sikap untuk menjadi lebih baik lagi. Marilah kita mulai dari detik ini juga. Marilah kita lakukan sesuatu untuk perubahan negeri tercinta ini kearah yang lebih baik. Sekecil apa pun yang kita perbuat adalah lebih baik dan sangat berarti daripada tidak sama sekali. Karena kita sebenarnya mempunyai peluang yang sama untuk memperbaiki atau menghancurkan negeri ini.